Senin, 06 Apr 2009 16:11:59 dikirim oleh admin
AKHIRNYA CAIR JUGA: CATATAN REFLEKSI PROGRAM SERTIFIKASI GURU DI ACEH
Mukhlis A. Hamid*)
Prolog
Dalam beberapa hari terakhir saya mendapat SMS atau telepon dari beberapa orang guru yang telah dinyatakan lulus dalam program sertifikasi guru di Aceh kuota 2006-2007. Umumnya mereka memberitahukan bahwa mereka telah menerima tunjangan profesi guru yang dikirim oleh Dinas Pendidikan NAD melalui kantor pos. Saya bahagia. Betapa tidak, setelah sekian lama berada dalam ketidakpastian, akhirnya dana tersebut dinikmati juga oleh para guru kita, pahlawan tanpa tanda jasa, yang tak henti-hentinya bekerja mencerdaskan dan mengembangkan potensi anak-anak kita semua.
Dalam beberapa hari terakhir pun saya mendapat SMS atau telepon dari rekan-rekan guru yang sampai saat ini belum mendapat kiriman via pos. Padahal, mereka juga sudah dinyatakan lulus, baik melalui jalur penilaian portofolio maupun jalur PLPG. Mereka belum di-SK-kan oleh Dirjen PMPTK, Jakarta, karena satu dan lain hal. Saya trenyuh dan prihatin. Ada harapan yang belum jadi kenyataan. Ada keraguan yang terus menggelayut. Ada rencana yang terpaksa tertunda.
Sertifikasi Guru: Kerja Besar yang Butuh Energi Ekstra
Bicara soal sertifikasi guru di jajaran Diknas adalah bicara tentang sebuah kerja sistemis yang melibatkan berbagai pihak: LPMP, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, LPTK Unsyiah, Konsorsium Sertifikasi Guru di Jakarta, dan guru sebagai subjek program. Untuk sertifikasi guru-guru madarasah di bawah binaan Departemen Agama, pihak yang terlibat adalah Kantor Depag Kabupaten/Kota, Kanwil Depag, LPTK Unsyiah/IAIN, dan Dirjen Madrasah Departemen Agama Jakarta.
Semua pihak yang terlibat dalam sistem ini saling kait dan bekerja sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Sertifikasi Guru. LPMP menangani soal pendataan, pengurusan NUPTK, dan pendanaan kegiatan penilaian portofolio/PLPG. Dinas Pendidikan kabupaten/kota menangani soal database guru untuk pembuatan NUPTK, perekrutan calon peserta program sertifikasi, sosialisasi program kepada calon peserta, pengumpulan dan pengiriman dokumen ke LPTK, pengembalian dokumen asli kepada peserta, penyampaian hasil penilaian portofolio/PLPG dari LPTK, pendistribusian sertifikat kelulusan kepada peserta, dan pengusulan tunjangan kepada Dinas Pendidikan Provinsi/Dirjen PMPTK di Jakarta. LPTK (dalam hal ini Unsyiah) bertugas menerima dokumen portofolio guru dari Kabupaten/Kota; menilai dokumen portofolio dengan melibatkan asesor dari LPTK mitra dan LPMP, mengirim hasil penilaian ke Jakarta untuk diverifikasi, mengumumkan hasil penilaian pascaverifikasi, melaksanakan PLPG bagi guru yang tidak lulus melalui jalur penilaian portofolio, menerbitkan sertifikat pendidik, mengirimkan sertifikat pendidik beserta fotokopi yang sudah dilegalisasi kepada peserta melalui dinas pendidikan kabupaten/kota, dan membuat database hasil penilaian untuk kepentingan pendataan guru pada masa yang akan datang. Konsorsium sertifikasi guru di Jakarta bertugas membuat pedoman pelaksanaan kegiatan, memverifikasi hasil penilaian, menerbitkan SK pembayaran tunjangan, dan membuat kebijakan serta petunjuk teknis yang berkaitan dengan keberlangsungan program ini. Terakhir, guru, subjek program sertifikasi guru, bertugas mengikuti sosialisasi kegiatan di kabupaten/kota masing-masing, menyusun dokumen portofolio sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan, mengirimkan dokumen yang sudah disiapkan ke dinas pendidikan kabupaten/kota, mengikuti PLPG bila dipanggil, menerima sertifikat pendidik, mempersiapkan dokumen yang diperlukan untuk pengusulan pembayaran tunjangan sesuai dengan petunjuk dari dinas pendidikan kabupaten/kota, dan menerima tunjangan melalui kantor pos/bank yang ditunjuk.
Uraian tugas tiap instansi yang terkait dalam program sertifikasi di atas menunjukkan betapa kompleks dan berlikunya proses sertifikasi guru. Kealpaan satu pihak yang terlibat dalam sistem ini akan memberikan akibat yang fatal bagi guru yang menjadi sasaran dan subjek utama program sertifikasi ini. Karenanya, komitmen para pihak sangat menentukan berhasil tidaknya program ini dari waktu ke waktu.
Catatan Kecil Hasil Refleksi Personal
Dua tahun sudah program sertifikasi guru diluncurkan. Ibarat bayi yang baru lahir, program sertifikasi guru masih belum sempurna, masih tertatih-tatih, dan terus mencari bentuk. Karenanya, wajar saja ada kesimpangsiuran, kelambatan, dan kekurangan di sana-sini. Namun demikian, untuk catatan dan bahan renungan kita semua, secara personal saya melihat ada beberapa hal yang masih rumpang dan butuh perbaikan pada masa yang akan datang.
Pertama, sosialisasi program yang masih kurang optimal. Hingga tahun kedua pelaksanaan program sertifikasi guru, sosialisasi tentang hakikat program, tujuan, mekanisme perekrutan peserta, koordinasi kerja, teknik penyusunan dokumen portofolio, dan hal-hal lain yang berkait dengan program ini masih belum dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Lagi-lagi, kendala utamanya adalah dana. Kurangnya sosialisasi menyebabkan terjadinya berbagai hal yang aneh di lapangan. Beberapa daerah mengirimkan peserta yang tidak sesuai dengan prasyarat utama perekrutan peserta. Dalam petunjuk disebutkan bahwa calon peserta mestilah sudah menyelesaikan program S-1 atau D IV dan telah diangkat sebagai guru PNS atau guru tetap yayasan minimal 5 tahun berturut-turut. Anehnya, beberapa daerah mengirimkan peserta yang masa kerjanya di bawah 5 tahun sehingga terpaksa didiskualifikasi. Seharusnya kuota yang ada di tiap daerah diprioritaskan untuk diisi oleh guru-guru yang sudah senior terlebih dahulu. Rekan-rekan guru yang masa kerjanya belum 5 tahun masuk ke dalam daftar antri dan dikirim pada tahun-tahun yang akan datang. Toh program ini akan berlangsung hingga 2014. Jangan keburu nafsu. Masih ada waktu untuk menunggu giliran.
Kedua, pemberian nomor peserta yang tidak konsisten. Kesalahan pemberian nomor peserta akan sangat besar pengaruhnya dalam penyusunan database dan pemprosesan data dalam aplikasi program sertifikasi. Sebagaimana diatur dalam Buku Pedoman Sertifikasi Guru, nomor peserta terdiri atas 14 digit dengan menggunakan kode tertentu sesuai dengan tahun, provinsi, kabupaten/kota, bidang studi sertifikasi, kode rayon, dan nomor urut kesertaan. Kesalahan yang paling dominan adalah dalam penentuan kode bidang studi. Hal inilah yang kemudian berpengaruh pada timbulnya masalah lain saat verifikasi dan kelambatan pemprosesan SK pembayaran di Jakarta. Tim divisi data di secretariat PSG Rayon 01 kadang bingung menentukan nomor mana yang benar karena nomor yang tertulis dalam biodata peserta berbeda dengan nomor yang tertulis dalam daftar pengiriman peserta yang dibuat oleh dinas dan berbeda lagi dengan hasil scanning Form A1 yang dikirim dari Jakarta.
Ketiga, penyiapan dokumen portofolio secara tidak jujur dan kurang sempurna. Banyak guru yang berharap dapat lulus melalui jalur penilaian portofolio. Mereka takut dan keberatan untuk ikut PLPG dengan berbagai alasan. Padahal, hasil refleksi dengan peserta PLPG kuota 2006-2007 menunjukkan bahwa PLPG memberikan pencerahan baru yang sangat berguna bagi para guru dalam merancang pembelajaran yang berpihak pada anak sebagaimana diharapkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Namun, lagi-lagi alasan klasik, waktu yang terbatas, kadang-kadang membuat rekan-rekan guru tak mampu mempersiapkan dokumen secara sempurna. Malah, kadang keinginan berlebihan untuk memperoleh nilai di atas batas lulus menyebabkan satu dua orang guru kita menempuh jalan pintas: memasukkan dokumen milik orang lain dengan cara scanning atau cara lain yang tidak wajar. Hal ini tentu saja berakibat fatal. Penemuan dokumen palsu dalam portofolio yang dinilai akan menyebabkan yang bersangkutan didiskualifikasi. Tragis! Kalau dari guru tak lagi bisa diharap kejujuran, pada siapa lagi hal itu kita temukan? Karenanya, ke depan, saya ingin mengajak rekan-rekan untuk sejak dini dan secara bertahap mempersiapkan, memfotokopi, dan melegalisasi setiap dokumen yang diperlukan sehingga setiap waktu siap untuk dikirim bila diminta.
Keempat, birokrasi yang dipersulit. Secara pribadi saya merasa miris dan prihatin bila ada guru yang datang ke sekretariat PSG Rayon 01 Unsyiah untuk melegalisasi ulang sertifikat pendidik mereka karena mereka hanya diberikan sertifikat asli tanpa fotokopi oleh petugas di kabupaten. Mereka terpaksa meninggalkan anak-anak di sekolah. Apalagi yang tempat tinggalnya di luar kota. Padahal, setahu saya, tiap kali pengiriman sertifikat pendidik ke kabupaten/kota, panitia mengirim sertifikat asli dan tiga lembar fotokopi yang sudah dilegalisasi. Di beberapa kabupaten, sertifikat pendidik yang sudah siap dilegalisasi tidak diambil oleh guru karena tidak ada informasi pada mereka. Malah, sampai saat ini masih ada puluhan sertifikat pendidik yang tidak dapat dilegalisasi atau dikirim ke daerah karena ketiadaan pasfoto atau ketiadaan identitas di pasfoto yang dikirim ke LPTK saat pengiriman dokumen portofolio.
Kelima, informasi yang simpang siur. Ada beberapa guru yang meminta disertifikasi ulang karena mereka sudah pindah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau pindah ke sekolah lain di bawah naungan dinas pendidikan atau depag. Permintaan ini ini muncul karena ketidakjelasan hakikat program sertifikasi pada mereka atau orang-orang yang ditunjuk untuk menangani program ini. Satu hal yang harus disadari oleh rekan-rekan guru adalah program sertifikasi guru dalam jabatan ini bersifat nasional dan dimaksudkan untuk menilai professional tidaknya seorang guru dalam bidang studi tertentu ditinjau dari sudut latar belakang pendidikan, masa kerja, prestasi akademik, dan berbagai aktivitas lain yang berkait dengan proses belajar mengajar. Mutasi lokasi mengajar, jenjang sekolah, promosi jabatan, sejauh masih dalam status guru, tidak menjadi persoalan. Sertifikat pendidik otomatis tidak akan berlaku bila rekan-rekan guru memasuki masa pensiun atau memilih jabatan lain di luar profesi guru.
Epilog
Satu hal yang pasti, semua unsur yang terlibat dalam program besar ini adalah manusia yang nisbi, memiliki berbagai keterbatasan. Keterbatasan itu kadang membuat banyak hal menjadi lambat dan tidak memuaskan rekan-rekan guru di Aceh. Satu hal yang pasti adalah: semua pihak memiliki niatan untuk melakukan yang terbaik bagi rekan-rekan guru di balik berbagai keterbatasan itu.Cuma saja, wujud yang tampak kadang berbeda dengan apa yang kita harapkan. Karenanya, berbahagialah. Teruslah menari meski dunia tidak seindah sorga. Bagi rekan-rekan guru yang sudah menerima tunjangan profesi pendidik, bersyukurlah. Jangan lihat berapa jumlahnya. Itu adalah wujud kepedulian pemerintah untuk memberi apresiasi atas kerja tak berpamrih selama ini. Bekerjalah lebih baik lagi. Berilah yang terbaik bagi anak-anak kita, laskar-laskar pelangi muda Aceh, yang punya sejuta mimpi dan potensi. Sekali lagi, bersyukurlah agar tambahan rezeki tersebut memberi berkah bagi diri pribadi, anak-anak, dan keluarga. Ingatlah pada tiap rupiah rezeki kita itu ada hak anak yatim dan anak-anak miskin. Mereka ada di antara murid-murid kita. Santunilah mereka agar dapat menyelesaikan sekolah, memiliki kompetensi, dan dapat bekerja untuk menghidupi diri secara halal di hari esok.
Bersabarlah bagi rekan-rekan guru yang belum. Semua data hasil penilaian sudah dikirimkan ke Jakarta dan sudah diverifikasi berkali-kali. Cek ulang apakah Anda sudah diusulkan oleh dinas kabupaten/kota ke dinas provinsi dan Dirjen PMPTK untuk mendapatkan tunjangan pendidik. Pastikan, apakah dokumen yang diminta, seperti surat keterangan mengajar 24 jam, rekening bank, dan lain-lain sudah Anda siapkan dengan benar dan sudah dikirim ke Jakarta. Bila tidak, siapkan dengan segera. Bila sudah, bersabarlah. Ratusan SK sedang disiapkan dan dalam waktu 2 atau 3 minggu akan sampai ke tangan Anda. Jangan bersedih atau mencari kambing hitam. Karena, bagaimanapun, tak satu pun manusia mampu membatalkan apa yang sudah tersurat di lauh mahfuz untuk rekan-rekan semua. Bukankah di balik berbagai kepahitan selama ini ada berbagai kemudahan yang telah dijanjikan-Nya? Insyaallah.
*) Staf Pengajar FKIP Unsyiah, Staf PSG Rayon 01 Unsyiah
[sertifikasiguru.org]
Artikel Lainnya